Umumnya
orangtua mengkhawatirkan anaknya yang tak bisa diam alias banyak gerak. Padahal
gerak membuat otak terlatih. Semakin sering dilatih, otak akan berkembang dan
itu berarti anak pun jadi semakin pintar.
Sudah kodratnya bahwa pertama
kali manusia dikatakan hidup adalah saat ia mulai bergerak dalam kandungan
ibunya. Sejalan dengan pertumbuhannya, gerak janin akan semakin kuat dan
intensif yang menjadi tanda ia tengah beradaptasi dengan lingkungannya. Begitu
juga ketika lahir. Salah satu indikasi sehat tidaknya seorang bayi bisa dilihat
dari gerakannya.
Bila lincah dan kuat gerakannya,
dokter akan mengatakan kondisinya baik. Sebaliknya, bila cenderung pasif itu
berarti ada sesuatu yang mencurigakan sehingga perlu diperiksa lebih lanjut.
Nah, mengapa gerak memegang peran sangat penting? Bagaimana korelasinya dengan
kecerdasan? Apa pula yang bisa dilakukan orangtua untuk merangsang gerak
anaknya?
GERAK = RESPONS OTAK?
Rasanya sudah begitu sering
orangtua mendengar nasihat para pakar untuk sedini mungkin memberi stimulasi
guna merangsang kecerdasan anak. Meski tanpa diberi situmulasi pun bisa saja
anak berkembang secara alami, namun hasilnya jelas tidak seoptimal anak yang
mendapat stimulasi sejak dini. Selain hasilnya optimal, pencapaiannya pun bisa
lebih cepat.
Kalaupun Gardner menegaskan ada
10 kecerdasan, bukan berarti di usia sekolah anak hanya perlu menekuni salah
satu bidang saja, semisal matematika. Waktu pembelajarannya pun bukan hanya
usia sekolah, melainkan jauh hari selagi masih dalam kandungan. Salah satu cara
yang bisa ditempuh adalah menstimulasi lewat gerak.
Mengapa harus gerak? Tak lain
karena gerak merupakan respons dari otak. Jika anak mendapat stimulasi/rangsang
untuk bergerak, maka rangsang tersebut akan mengondisikan saraf-saraf otaknya
bekerja. Kalau rangsang ini diberikan sejak dini, otak pun kian berkembang yang
ditandai dengan perkembangan intelektual yang baik.
Nah, untuk mencapai hal tersebut,
orangtua bisa menempuh banyak cara untuk memberi stimulasi gerak pada anaknya.
Salah satunya lewat beragam permainan dengan segala variasinya. Dengan
demikian, selain manfaat fisikal, anak pun akan memeroleh manfaat intelektual,
emosional dan sosial. Tentu saja, orangtua maupun guru dituntut menciptakan
kreativitas dalam memberi stimulasi gerak.
ANEKA RANGSANG GERAK YANG BISA
DIBERIKAN
* Dalam kandungan
Saat hamil, elusan tangan ibu
pada perutnya membuat janin merasakan adanya rangsang sentuhan. Rangsang
sentuhan ini dapat diterima janin lewat saraf perabanya yang sudah mulai
berfungsi. Rangsang yang diterima ini kemudian akan diteruskan ke otak dan otak
akan memberi respons berupa gerakan. Tak heran kalau ibu hamil disarankan
sesering mungkin mengelus-elus perutnya. Kalau rangsang gerak ini diberikan
sedini mungkin, otak janin pun semakin terlatih dan berkembang.
* Usia
bayi
Selain melalui rangsang sentuhan,
berikan bayi stimulasi lewat kelima indranya, yakni pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan. Saat bayi berusia 1-2 bulan, sentuhan pada
tangan mungilnya yang menggenggam secara refleks akan membuatnya membuka
genggaman tadi. Semakin sering stimulasi diberi-kan, si kecil akan belajar dan
tahu bahwa tangannya bisa digerakkan membuka dan menutup.
Sementara sentuhan yang berbeda,
semisal sentuhan di perut, kaki, tangan dan anggota tubuh lainnya, akan
mengondisikan otak untuk memberi respons yang berbeda pula. Berbeda dengan
sentuhan yang lembut, gerakan kasar dan keras, apalagi mengagetkan, akan
memaksa otak bekerja untuk segera mengatakannya sebagai sesuatu yang tidak
mengenakkan. Itulah mengapa "sentuhan" jenis ini membuat bayi
terkejut atau malah langsung menangis. Untuk memperkaya pengalaman bayi,
berbagai jenis sentuhan bisa diajarkan agar otaknya juga belajar menghasilkan
berbagai respons berbeda. Inilah yang kelak akan mengasah kepekaan emosi dan
kemampuannya berempati.
Contoh lain adalah memanggil
namanya yang akan membuat saraf pendengarannya bekerja, yakni dengan menerima
rangsang suara yang kemudian diteruskan ke otak. Selanjutnya, otak akan
berespons untuk memerintahkan saraf kinestetik yang mengatur gerakan. Mekanisme
seperti inilah yang akhirnya membuat bayi memberi respons gerak dengan menoleh
ke arah datangnya suara yang memanggil tadi.
Ketika sudah berusia 3 bulan ke
atas, beri bayi mainan di depannya, maka dia akan berespons meng-gapai mainan
tersebut. Bisa juga goyang-goyangkan tangan dan kakinya. Prinsipnya, rangsang
gerak motorik kasar maupun halusnya sesuai tahap perkembangan.
* Usia
balita
Di usia ini semua indranya sudah
berkembang baik. Semakin bertambah usianya, rangsang yang diberikan boleh
semakin kompleks, bervariasi, bahkan sudah memiliki tujuan. Sementara anak pun
umumnya sudah bisa merespons rangsang tersebut dengan lebih baik dan bervariasi.
Hal ini menandakan otaknya semakin berkembang. Contohnya bila dipanggil sudah
bisa mendatangi sumber suara, sementara gerakannya pun sudah kian bervariasi.
Îa kini tak sekadar menengok arah datangnya suara, melainkan menghampiri dengan
berjalan atau bahkan berlari.
* Usia
prasekolah
Beri anak rangsang secara konkret
lewat permainan yang berkaitan erat dengan peman-faatan gerak motorik kasar dan
motorik halus sekaligus mengasah kemampuan intelektualnya. Ajak anak bermain
bola. Ia akan berespons dengan menangkap bola, melempar bola atau
menendang-nendangnya. Ciptakan permainan yang interaktif, semisal dengan
meminta anak mengambilkan bola warna tertentu. Permainan ini melatih otot dan
fisiknya secara umum jadi lebih kuat. Secara intelektual pun kemampuan anak
jadi terasah, tepatnya dalam hal konsep warna, bilangan dan sebagainya.
Kenalkan juga anak pada permainan berkelompok maupun yang bersifat kompetisi.
Permainan-permainan jenis ini akan merangsang perkembangan kemampuan emosional
dan sosial anak. Istilahnya, stimulasi kinestetik.
* Usia
Sekolah
Sama halnya dengan anak usia
prasekolah, sampai anak kelas 4, berikan stimulasi kinestetik. Hanya saja
setelah kelas 4, istilahnya adalah pendidikan jasmani, bukan pendidikan
olahraga yang kesannya cenderung mene-kankan prestasi. Namun pada intinya sama,
yakni memberi stimulasi gerak pada anak lewat permainan-permainan yang dapat
mengasah motorik sekaligus kemampuan intelektualnya.
Dalam hal ini baik guru di
sekolah maupun orangtua di rumah dituntut memiliki kreativitas guna menciptakan
permainan-permainan untuk menstimulasi gerak anak. Toh, ada begitu banyak media
yang dapat digunakan. Contohnya, pelajaran berlari yang bukan sekadar bertujuan
mengukur kecepatan dan kekuatan otot anak. Makanya di sini harus ada unsur
lain, seperti unsur kekuatan dengan melompat dan unsur keseimbangan dengan
berlatih melewati balok titian. Sedangkan unsur intelektualnya dirangsang
dengan kegiatan memasukkan beberapa bola warna tertentu atau bertuliskan
kata-kata tertentu ke dalam sebuah keranjang. Lewat permainan tersebut berarti
dikenalkan pula konsep bilangan, warna, dan bahasa, selain latihan fisik.
Permainan-permainan tersebut
hendaknya tak cuma dilakukan di sekolah karena harus berkesinambungan. Di
rumah, lakukan pula stimulasi lewat beragam permainan yang bervariasi dengan
berbagai cara dan pola. Stimulasi yang diberikan ini diharapkan akan membuat
perkembangan anak secara fisik dan intelektual jauh lebih baik ketimbang anak
yang tidak/kurang mendapat stimulasi. Manfaat lain yang didapat, di usia dewasa
gerak anak jadi sedemikian lentur/fleksibel.
0 komentar:
Posting Komentar