Fase ‘No, no, no’ itu
akan berakhir seiring bertambahnya usia anak. Menghadapi ulahnya yang sering
membantah, lebih baik Anda menggunakan cara-cara berikut:
Merespon dengan humor. Jangan
terpancing untuk marah, apalagi bila anak ngotot melakukan sesuatu yang tidak
berbahaya. Cukup katakan, ”Oh, kamu memasukkan kue ke gelas supaya kuenya
berenang ya? Padahal kuenya lebih senang bila berada di perut kamu, lho.”
Tetap ingatkan
kewajibannya. Untuk hal-hal yang memang harus dilakukan anak, jangan
biarkan dia bebas dan ingatkan terus. Semisal tugas membereskan mainan atau
menggosok gigi, katakan dengan nada tegas namun tidak berteriak.
Gunakan psikologi
terbalik. Ketika anak menolak mandi, Anda bisa bilang begini, ”Oh, kamu
tidak mau mandi. Okey, tidak apa-apa. Biar saja nanti badannya bau dan digigiti
nyamuk.” Dengan psikologi terbalik, anak akan berpikir bahwa Anda tidak peduli
terhadap reaksinya. Itu akan memancing ia berbuat sebaliknya untuk mendapat
respon Anda.
Menyuruh dalam nada
meminta, misalnya, ”Boleh ibu minta buku kamu?” lebih baik untuk ego anak
daripada nada memerintah seperti “Ayo, bawa sini bukunya!”
Terangkan dengan
spesifik apa yang Anda ingin anak lakukan. Misalnya, katakan “Yuk, taruh
bonekamu di dalam kotaknya,” daripada “Ayo, kembalikan mainannya!”
Ajarkan anak
kata-kata untuk mengekspresikan perasaan. Terkadang anak
memberondong Anda dengan kata "tidak" hanya untuk
menunjukkan perasaan tidak senang, protes, atau marah pada sesuatu. Coba
cek dengan bertanya padanya, ”Kamu lagi marah, ya? Apa yang membuat kamu marah?
Coba bilang sama Bunda." Lalu, dengarkan perkataan anak sambil membantunya
memilih kata-kata.
Lupakan sifat bossy Anda. Tidak
ada orang yang senang diperintah, bukan? Karena itu, wajar jika anak
menolak duduk di car seat karena nada perintah Anda seperti diktator:
"Duduk di kursimu!". Lebih efektif bila menyampaikan instruksi secara
bersahabat, namun jelaskan konsekuensi bila anak melanggar, misalnya, “Okey, kita
sudah duduk di mobil. Tapi kamu harus duduk di kursimu, supaya kalau ibu
merem mendadak, kamu tidak mental". Jangan lupa, nada suara juga
penting. Tidak perlu berteriak atau membentak.
Angie T.Cranor, Ph.D,
asisten professor dari jurusan perkembangan di universitas North Carolina di
Greensboro, AS, mengatakan, daripada melarang anak untuk melakukan
sesuatu, lebih baik minta dia melakukan sesuatu. Kalimat seperti “Jangan
berguling di lantai dengan baju barumu” dapat memancing argumentasi. Lebih baik
katakan, “Coba kamu duduk di kursi, supaya baju baru kamu tidak kotor.”
Mengalihkan perhatian
ketimbang melarang. Suatu hari, Alya bermain-main dengan gelas minumannya.
Berkali-kali ia memasukkan kue, permen dan lainnya, ke dalam gelas. Dua puluh
kali bundanya mengatakan ‘jangan’, tidak mempan. Akhirnya, bunda Alya menyadari
bahwa kata ‘jangan’ tidak bisa digunakan untuk membuat Alya menghentikan
tindakan impulsifnya. Ia pun mengalihkan perhatian Alya dengan melakukan
aktivitas yang mirip, seperti memberi makan ikan di akurium atau bermain dengan
bebek-bebek plastik di bak mandi. Berhasil!
Cari kata spesifik
selain “jangan”, untuk mencegah aktifitas yang membahayakan anak.
Misalnya, ketika dia bermain-main dengan tempat sampah, reaksi Anda mungkin
mengatakan “Jangan!”. Cobalah memilih kata lain yang lebih efektif,
misalnya, “Hi, jijik! Main kotak sampah bisa membuatmu sakit.” Katakan
dengan ekspresi yang mendukung.
Berikan kata positif
dengan kata awal yang mengandung konotasi negatif. Misalnya, “Kamu tidak
boleh main pisau, tapi kamu boleh main bola.” Atau “Kamu tidak boleh
menyeberang jalan sendiri tapi kamu boleh menemani Mama menyeberang jalan.”
Gunakan ekspresi meyakinkan untuk menekankan bahwa ia boleh melakukan
sesuatu tetapi dalam cara yang positif. Ini adalah cara kreatif dalam
memberi anak pilihan tanpa melarangnya terus-menerus.